Review
Catatan Editorial
Setahun Pandemi Pun Terlalu Lama
Kata-kata guru ilmu pengetahuan alam saat kita bersekolah dasar itu terngiang
kembali. “Flu itu penyakit yang berbahaya karena bisa mematikan. Sampai
sekarang juga belum ditemukan obatnya,” ujarnya di depan kelas. Saat itu saya
hanya termangu. Apakah benar infl uenza merupakan penyakit mematikan, mengingat
anak-anak sebaya saya saat itu masih kerap dihinggapi penyakit itu? Keraguan
saya mungkin mewakili anak-anak sezaman. Bahkan, barangkali juga anak-anak
sebelum pandemi ini berjangkit.
Belakangan, saya baru menyadari, pastilah, guru saya mengacu pada pandemi Flu
Spanyol, yang berjangkit di dunia termasuk negeri kita pada 1918-1919. Satu abad
kemudian, pandemi serupa kembali terjadi. Virus SARSCov-2 menyebar dengan
kecepatan yang luar biasa. Kurang dari enam bulan kemudian, virus telah
menyebar dari Tiongkok ke pedalaman hutan Amazon di Amerika Selatan yang terbentang
jarak 9.000 kilometer. Di Indonesia
kasus infeksinya masih memiliki tren menaik.
Setidaknya ada tujuh virus corona yang telah menginfeksi manusia. Salah satunya
yang menyebabkan pandemi ini. Bulan ini tepat setahun silam World Health
Organization (WHO) mengumumkan secara resmi pandemi Covid-19 pada 11 Maret
2020. Lima hari kemudian, imbauan bekerja dari rumah mulai beredar di Jakarta,
termasuk kantor redaksi kami. Semenjak itu kami menjumpai hari-hari yang tak
pernah lagi sama. Kami bekerja dari rumah masing-masing. Kawan-kawan
mewawancarai narasumber melalui aplikasi daring.
Pandemi ini membuat era transisi digital berjalan sangat cepat. Perlombaan
vaksin masih bergelora di penjuru dunia, berpacu dengan kecepatan mutasi dari virus
baru. Sejatinya hubungan antara manusia dan virus sudah bermula sejak manusia
menghuni Bumi. Saya berharap, majalah ini hanya sekali menerbitkan edisi khusus
tentang peringatan pandemi. Kita sepakat bahwa setahun pandemi pun sudah
terlalu lama membuat kita semua menderita.
Link Download
Tidak ada komentar:
Posting Komentar