Judul Buku: Toekang
Migas Menembus Batas: Memoar Akademi Migas di Indonesia
Penulis: Ibrahim
Hasyim, Willem Siahaya, dkk.
Penerbit: Bintang
Satu Publishing
Tahun: 2010
Jumlah Halaman: 330
“Dengan
hanya berbekal ijazah baru lulusan S1 di perusahaan Minyak Dan Gas bisa
mendapatkan penghasilan sekitar Rp. 6 juta/perbulan dan di tahun ke 5, gaji
mereka bisa mencapai Rp. 20 juta/bulan”.
Sengaja Jejak mengambil sebuah Judul buku yang
disusun kawan kawan alumni akademi perminyakan sebagai sebuah
memoar “Pemikiran, Pengalaman, Kenangan dan Inspirasi”.
Pemikiran penyusunan buku memoar ini,
dilatarbelakangi oleh kurangnya informasi, tentang seperti apa pembinaan
sumber daya yang telah dilakukan untuk menunjang keberhasilan industri
migas nasional. Padahal sumber daya ini secara nyata, telah ikut memberi warna
dan berkontribusi besar dalam perjalanan pembangunan industri migas nasional sampai
saat ini.
Keberhasilan industri migas sampai sekarang ini,
sesuai zamannya, tentu sangat terkait dengan kemampuan kepemimpinan dan
kemampuan sumber daya manusia yang menjalankannya.
Barangkali hanya sedikit yang tahu ada kampung
insinyiur di Qatar. Kampung ini adalah sebuah “kampung” yang identik dengan
tempat bermukimnya ahli migas asal Indonesia, di negara kaya penghasil migas
itu.
Tren kebutuhan tenaga ahli migas memang kian
memuncak. Hal itu tidak lepas dari melonjaknya harga minyak sehingga mendorong
semua negara berlomba-lomba mencari dan memproduksi minyak. Akibatnya, tidak
hanya barang modal minyak yang dicari, sumber daya manusia pun diburu.
Layaknya hukum permintaan, semakin tinggi
permintaan berarti harga alias gaji pun tambah tinggi. Tampaknya, kepercayaan
terhadap tenaga ahli Indonesia ternyata sangat besar. Banyak tenaga ahli migas
Indonesia yang direkrut negara penghasil migas. Contohnya saja Qatar, belum
lagi yang bekerja di negara-negara Eropa seperti Repsol Spanyol, di Amerika dan
negara lain.
Sesuatu yang patut dibanggakankah atau sebenarnya
ironi yang dihadapi bangsa ini?
Data yang disajikan BP Migas seharusnya membuat
miris. Indonesia saat ini defisit tidak kurang dari 2.444 tenaga ahli minyak
dan gas (migas). Jumlah itu merupakan hasil pendataan BP Migas pada seluruh
kontraktor migas di Indonesia.
“Kekurangan tenaga teknik yang berkaitan dengan
industri minyak, geologis, ahli perminyakan, ahli pengeboran di mana-mana,”
kata Kardaya.
Kenapa mereka “lari” ke luar negeri, itu patut
menjadi pertanyaan. Marwan Batubara dalam buku Tragedi dan Ironi Blok Cepu
Nasionalisme yang Tergadai (2006) menuliskan Ikatan Ahli Geologi Indonesia
(IAGI) dan Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)–dalam kasus Blok
Cepu–menyatakan tenaga ahli Indonesia tidak menduduki posisi strategis. Padahal
Indonesia memiliki tenaga ahli potensial dan diakui oleh mancanegara. Terbukti
ada delapan ahli geologi saat ini yang berkarier di Malaysia, Timur Tengah,
Eropa, dan Amerika.
Download ebook Toekang Migas Menembus Batas pdf via Google Drive:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar