Judul Buku: Tatanegara
Madjapahit: Sapta Parwa
Penulis: Muhammad
Yamin
Penerbit: Unknown
Tahun: 1962
Jumlah Halaman: 233
Buku ini dengan judul Tatanegara Madjapahit ini berisi
Risalah Sapta Parwa berisi 7 jilid atau parwa, hasil penelitian ketatanegaraan
Indonesia tentang dasar dan bentuk negara Nusantara Bernama Madjapahit
(1293-2525).
Perkembangan kerajaan Majapahit yang mencapai puncaknya pada
abad ke-14, akhirnya mulai mengalami proses kemunduran setelah Gajah Mada
meninggal pada tahun 1364, kemudian disusul meninggalnya Hayam Wuruk pada tahun
1389. Kewibawaan kerajaan Majapahit mulai menurun, karena sistem sentralisasi
yang ditetapkan oleh Gajah Mada selama memangku mahapati. Akibatnya
daerah-daerah bawahan banyak yang memisahkan diri, seperti Minangkabau,
Tanjungpura, dan berbagai kerajaan kecil lainnya. Muhammad Yamin dalam buku
Tatanegara Majapahit melukiskan:
“Tidak berapa lamanya sesudah Prabu Hayam Wuruk meninggal,
maka mulailah negara Majapahit memperlihatkan tanda-tanda kemundurannya yang
berjalan terus sampai permulaan abad ke-16, inilah zaman runtuhnya negara
Majapahit yang akan berakhir dengan habis musnahnya atau hilang tenggelamnya
kerajaan itu sebagai susunan politik.”
Situasi dan kondisi Majapahit semakin tidak menentu setelah
meninggalnya kedua tokoh tersebut. Kekacauan di istana timbul sebagai akibat
pertentangan di kalangan kerabat istana dalam usaha merebut tahta pemerintahan.
Hal ini nampak pada masa pemerintahan Wikramawardhana dengan Bre Wirabumi, yang
memuncak dengan pecahnya perang Paregreg tahun 1401.
Pertentangan dalam kerabat istana tersebut, menyebabkan
lemahnya pemerintahan pusat kerajaan Majapahit, sehingga pengawasan terhadap
daerah-daerah bawahan berkurang. Majapahit mengalami proses disintegrasi. Situasi-situasi
inilah yang melemahkan kerajaan Majapahit yang pada akhirnya membawa kepada
keruntuhannya. Menurut N.J. Krom:
“Bahwa keruntuhan didahului oleh melemahnya pusat
pemerintahan dan pelemahan ini tidak disebabkan terutama sekali oleh
pertentangan agama Hindu yang sedang turun dan agama Islam yang sedang naik,
melainkan semata-mata oleh pertentangan dalam negeri yang berupa perang saudara
dan perpecahan kekuasaan.”
Di samping itu sistem sentralisasi yang diterapkan oleh
Gajah Mada semasa kepatihannya, tidak dapat lagi dilakukan karena tidak adanya
kaderisasi. Perkembangan selanjutnya, setelah pemerintahan Wikramawardana,
pertentangan dalam pemerintahan Majapahit semakin meningkat. Namun tercatat
beberapa penguasa di Majapahit.
- Ratu
Suhita (1429-1447)
- Raja
Wijayaparakramawardhana (1447-1451)
- Raja Rajaswawardhana (1451-1453)
Ada selang tiga tahun tidak ada raja yang memerintah, yang
mungkin disebabkan oleh krisis pergantian raja …. Masa pemerintahan dua orang raja lagi dapat diketahui, yakni:
Girisawardhana (1456-1466) dan Singhawikramawardhana
(1446-1478).
Singhawikramawardhana dianggap sebagai raja terakhir
kerajaan Majapahit. Tahun 1478 sering dijadikan sebagai patokan keruntuhan
Majapahit. Para ahli sejarah masih memperdebatkan tentang keruntuhan Majapahit,
sebab ada yang menyebutkan bahwa keruntuhannya sekitar tahun 1518-1521.4)
Menurutnya setelah Majapahit ditaklukkan oleh Demak. Sementara itu Muhammad
Yamin dalam bukunya 6000 tahun sang merah putih, memperkirakan keruntuhan
Majapahit sekitar tahun 1525.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyebab
runtuhnya Majapahit adalah:
- Tidak
ada pemimpin yang cakap sepeninggal Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada
- Lemahnya pemerintahan pusat
akibat pertentangan antara kerabat istana
- Terjadinya perang saudara
(Perang Paregreg)
- Ekspansi Kerajaan Demak
Kalau tahun 1478 menjadi patokan keruntuhan Majapahit, boleh
jadi hal itu menyangkut pemerintahan pusat yang berlokasi di Tarik (Blitar) dan
mungkin juga berpindah ke Daha atau Kediri. Hal ini akan menjadi jelas jika
bukti-bukti baru yang lebih akurat dan otentik ditemukan.
Download ebook Tatanegara Madjapahit pdf via Google Drive:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar