Judul
Buku:
Tehnik Mengarang
Penulis:
Mochtar Lubis
Penerbit:
Balai Pustaka
Tahun: 1955
Jumlah Halaman: 110
Buku “Tehnik Mengarang” ini menghimpun
pendapat beberapa pengarang ternama, yang menoreh nama besar dalam dunia
kepenulisan atau kepengarangan Indonesia masa itu.
Selain ada pendapat atau tulisan tentang tehnik mengarang dari Mochtar
Lubis sebagai penyusun buku, buku ini juga menghimpun tulisan dari
Badaruzzaman, S. Tasrif, Utuy T. Sontani, dan Achdiat K. Mihardja.
Badaruzzaman, yang nama aslinya M. Dimyati,
seorang cerpenis terkemuka di masa itu di dalam buku ini mengatakan tentang
pentingnya kepercayaan diri setiap orang yang ingin menjadi penulis atau
pengarang.
Menurutnya, bila orang merasa dirinya benar-benar menaruh minat dalam
dunia karang mengarang, dan bila orang merasai bahwa dalam jiwanya betul
mendebur darah seni sastra, maka baiklah ia meneruskan usahanya belajar karang
mengarang.
Dan hendaklah, tulisnya lagi, mempunyai kepercayaan pada diri sendiri,
sanggup belajar sendiri dan mengatasi segala kesukaran dengan hati teguh,
belajar berpikir sendiri.
Mochtar Lubis di dalam tulisannya menegaskan,
orang hanya mengarang, jika ada sesuatu di dalam jiwanya yang mendesak-desak,
memaksanya mengambil pena, potlot, atau mesin ketik, dan kertas, dan menulis.
Menurutnya, jika orang hendak mengarang, karena hendak ikut-ikutan saja,
karena ingin meniru, karena ingin hendak terkenal dan termasyhur, maka orang yang demikian telah pastilah dari semula dia tidak akan
berhasil menjadi pengarang.
Seorang pengarang, lanjut Mochtar Lubis, adalah seorang seniman.
Sebagaimana juga seorang pelukis, jika hendak menjadi pelukis yang besar,
haruslah pertama-tama menguasai sepenuh-penuhnya tehnik melukis, seperti
anatomi, cat-cat, dan sebagainya. Maka tiap-tiap pengarang, tidak boleh tidak,
haruslah sebaik-baiknya mempelajari bahasa yang dipakainya untuk mengarang.
Jika pengarang tidak menguasai bahasa, maka janganlah mengharap pengarang akan
bisa mengarang. Jika pengarang telah menguasai bahasa sepenuh-penuhnya, barulah
pengarang bisa mengadakan eksperimen-eksperimen sendiri dengan susunan
bahasa-bahasa, pemakaian kata-kata, dan sebagainya.
S. Tasrif, salah seorang tokoh pers di masa itu, cerpenis, dan kemudian
dikenal pula sebagai seorang advokat terkemuka di buku ini bicara “Beberapa Hal
tentang Cerita Pendek”.
Menurut S. Tasrif, suatu cerita pendek harus mempunyai theme atau dasar. Dan dasar
inilah yang paling penting dari seluruh cerita, karena sesuatu cerita yang
tidak mempunyai dasar tidak ada artinya sama sekali atau tidak berguna.
Dasar itu, katanya, adalah tujuan dari cerita pendek itu. Dengan dasar
ini pengarang dapat melukiskan watak-watak dari orang yang diceritakan dalam
cerita pendek itu dengan maksud yang tertentu, demikian juga segala kejadian
yang dirangkaikan berputar kepada dasar ini. Si pengarang tidak usah
menjelaskan dasar ini, akan tetapi ini harus terasa dalam seluruh ceritanya.
Dasar sesuatu cerita, jelas S. Tasrif, dapat dilukiskan dengan satu
kalimat saja. Yang tradisional misalnya: 1. Kejahatan awal, akhir-akhirnya akan
dapat hukuman. 2. Cinta terhadap tanah lebih penting dari harta benda atau
kedudukan. 3. Cinta akan mengatasi segala kesulitan. 4. Jika orang sudah
kehilangan semua, baru teringat kembali kepada Tuhan, dan lain-lain.
Masih banyak pendapat menarik lainnya tentang “Tehnik Mengarang” itu
yang tak sempat saya kutip sebagian di sini. Ya, pendapat-pendapat cemerlang
dari pengarang-pengarang terkemuka lainnya, Utuy T. Sontani dan Achdiat K.
Mihardja.
Download ebook Tehnik Mengarang pdf via Google Drive:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar