Tanggal
rilis: 30 Januari 2019
36
– Diet Sejatinya Soal Mindset
52
– Waspada Sakit Gula Tatkala Berbadan Dua
80 – Menengok Jejak Masa Silam Tiongkok
Diet Dan Mengubah Cara Berpikir
"Lemaknya
jangan dimakan ya, Nak. Enggak enak,” pesan Ibu kepada saya setiap kami
bersantap satai kambing. Ketika itu saya masih bersekolah di taman kanak-kanak.
Pun, saat kami bersantap ayam goreng atau satai ayam, Ibu berkata, “Kulitnya di
pinggirin saja ya, Nak. Enggak usah dimakan.” Saya tidak tahu apa yang
sesungguhnya terjadi. Sebab, pada akhirnya, Ibulah yang menghabiskan
kulit-kulit ayam yang saya sisihkan.
Saat itu saya hanya memahami satu perkara: Ibu bersedia berkorban rasa demi
santapan anaknya. Setelah saya tumbuh dewasa, saya menyadari banyak kawan yang
menggandrungi kulit ayam. Di kedai satai, saya memesan satai ayam tanpa kulit,
kawan saya memesan satai kulit. “Kawan yang malang,” saya bergumam di hati,
“bukankah kulit itu rasanya tidak enak?” “Gua suka sate kulit,” ujar kawan tadi
dengan genit. “Enak rasanya. Mau coba?” Saya hanya menyeringai. Saya tersadar,
‘mantra’ Ibu masih berlaku sampai kini. Terlepas dari cara mengemasnya, Ibu
berhasil mengubah cara berpikir saya. Meski tidak menggandrungi kulit ayam,
saya tidak menganggapnya makanan tidak sehat. Harvard School of Public Health
merilis, kulit ayam me ngandung lebih banyak lemak baik ketimbang lemak jahat.
Jika makan tak berlebihan, saya kira baik-baik saja. Repotnya, kita kerap lupa
kapan harus berhenti mengonsumsi suatu makanan.
Perkara terpenting dan tersulit dalam upaya menjaga tubuh tetap sehat adalah
bagaimana kita menjaga pola makan yang baik. Ragam aplikasi diet seolah
memudahkan hidup, namun semuanya tergantung kepada cara berpikir kita. Diet
sejatinya mindset, yang diekspresikan dalam gaya hidup. Bagaimana pun keadaan
dan bentuk tubuh, kita patut bersyukur. Saya pun bersyukur, sampai hari ini
Tuhan senantiasa memberikan berkah kesehatan kepada Ibu saya. Kenali dirimu,
#PeduliTubuhmu.
Link Download
Tidak ada komentar:
Posting Komentar