Tanggal Rilis: 31 Desember 2022
Catatan Editorial
Renjana Perjalanan Menuju 60 Tahun Intisari
Saat kanak-kanak, saya menanti-nanti isi besek yang dibawa pulang Bapak usai
kenduri. Saat besek dibuka, tampak nasi dingin yang dikelilingi rupa-rupa menu
yang sudah dingin pula: lauk gurih, lauk manis, sambal goreng ati-ampela, dan
sayuran. Semuanya dalam takaran sejumput. Dari menu kenduri itulah lidah saya
akrab menjalin hubungan dengan sejumput sayuran: “cap chay”.
Bagaimana menu santapan Tionghoa bisa berada dalam sebuah besek kenduri Jawa?
Rasa terbentuk oleh pengalaman dan perjumpaan. Perjumpaan Nusantara dan orang
Tionghoa yang terjalin sejak abad kelima boleh jadi lebih awal lagi turut
memperkaya budaya kita, termasuk perkara cita rasa.
Setiap Januari kami selalu menyajikan pembahasan budaya Tionghoa, untuk
menyambut Sincia atau Tahun Baru Imlek. Boleh dibilang, inilah edisi yang
paling ditunggu-tunggu pembaca. Sajian menyambut Sincia sejatinya sebuah
tradisi yang bergulir semenjak Auwjong Peng Koen (kelak dikenal dengan nama
Petrus Kanisius Ojong) memimpin mingguan Star Weekly.
Tidak berlebihan apabila saya menyebut Intisari, yang ia dirikan bersama Jakob
Oetama pada 1963, sebagai kelanjutan pers Tionghoa. Bahkan, nama majalah mungil
ini awalnya merupakan sebuah nama rubrik tajuk rencana di Star Weekly yang
diasuh oleh Auwjong. Sebagai satu-satunya majalah beroplah nasional di
Indonesia yang bertema histori, biografi , dan tradisi, tantangan kami dalam
perjalanan menuju enam dekade adalah menyajikan tema yang tetap relevan dengan
konteks hari ini.
Jakob pernah mengatakan, “Jurnalisme yang baik tidak terletak pada pilihan
materi-materi baru. Lebih pada kemampuan memberikan dimensi baru kepada materi
lama atau sehari-hari dan mengangkatnya menjadi persoalan aktual.” Kami
berharap, Intisari senantiasa mendampingi setiap generasi dalam mencari
Indonesia yang lebih baik. Selamat merayakan Tahun Kelinci Air.
Link Download:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar