Tanggal Rilis: 04 April 2022
Catatan Editorial
Bagi Pramodya Ananta Toer, sastrawan besar kita, kebangkitan
nasional bermula dengan lahirnya sosok Kartini pada April 1879, yang dikisahkan
dalam novelnya Panggil Aku Kartini Saja. Kebangkitan nasional yang kedua,
menurut Pram, muncul pada masa pembentukan Sarekat Dagang Islam pada awal abad
ke-20.
Pram melihat Sarekat Dagang Islam sebagai organisasi modern bumiputra pertama
di negeri ini. Awalnya, perkumpulan ini memperjuangkan ekonomi kerakyatan.
Namun dalam perkembangannya, perkumpulan ini juga memperjuangkan aspek sosial
dan politik, termasuk melawan kolonialisme.
Kembali ke zaman awal Islam di Nusantara. Ong Hok Ham, dalam bukunya Wahyu yang
Hilang Negeri yang Guncang, mengungkapkan ada nya pergolakan-pergolakan Islam
atas kekuasaan Jawa abad ke-15. “Penyebaran agama Islam bukan saja
merupakan suatu revolusi agama, namun juga memiliki unsur-unsur revolusi
sosial.” Ong melihat, dibandingkan kaum priyayi, kaum ulama lebih dekat dengan
rakyat yang memperkuat unsur revolusioner.
Kaum ulama bermukim bersama rakyat, menghuni rumah-rumah biasa, dan bertani
seperti warga desa umumnya. “Golongan ulama ini merupakan elite yang tidak
mudah dikontrol oleh negara, dan sebenarnya berada di luar hierarki kerajaan,”
ungkapnya. “Dengan adanya golongan ulama ini petani di desa menemukan pemimpin
mereka.” Bahkan, sampai akhir abad ke-19, Belanda pernah menjuluki kaum ulama
yang memimpin pemberontakan petani sebagai sumber yang membuat
ketidaktenteraman Pulau Jawa.
Meskipun demikian, Ong menambahkan, tidak semua ulama adalah penentang
kekuasaan. Pada edisi menyambut Ramadan ini kami menyajikan kisah gerakan kaum
ulama di Indonesia. Dari Kampung Lueng Bata yang melahirkan para panglima
perang yang membuat berantakan rencana invasi Belanda; sampai pengaruh Sarekat
Islam bagi masyarakat Kalimantan Selatan.
Selamat beribadah Ramadan, mencapai puncak keberkahan.
Link Download:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar