Tanggal Rilis: 01 September 2022
Catatan Editorial
Sejumput Kisah Teladan Kemanusiaan Di Indonesia
Saya terkesiap saat membaca nama-nama yang terukir di pualam sebuah bangunan
mungil bercat putih. Bangunan makam anak-anak panti Huize Oranje-Nassau yang
diasuh Johannes “Pa” van der Steur (1865-1945) di Magelang. Ada sekitar 40-an
individu yang dimakamkan di bangunan ini.
Dia mulai merawat empat anak di sebuah rumah gedek pada akhir abad ke-19. Meski
serba kekurangan, baik dana maupun tenaga pengasuh, penghuninya selalu meningkat.
Sampai awal abad ke-20, setidaknya Pa merawat 800 anak. Sebagian besar dari
mereka adalah anak-anak KNIL. Anakanak asuhannya kerap dijuluki sebagai
“steurtjes”.
Kami menempatkan sosok Pa menjadi sampul majalah ini edisi September, yang
menyingkap insan-insan pembela kemanusiaan di Indonesia. Setahun silam, Komisi
Nasional Hak Asasi manusia menetapkan 7 September sebagai Hari Perlindungan
Pembela HAM Nasional. Kita patut prihatin, sampai hari ini para human rights
defender masih kerap mengalami berbagai kekerasan.
Kami juga menampilkan sederet kisah teladan kemanusiaan lainnya. Nyonya Auw
Tjoei Lan (1889-1965), pendiri panti asuhan Ati Soetji yang misinya berlanjut
hingga hari ini. Kemudian, sosok Mardiyem (1929-2008) yang tampil sebagai juru
bicara para korban “ianfu” bagi Indonesia dan dunia.
Rohaniwan terkemuka turut berkisah dalam edisi ini, Romo Franciscus Georgius
Josephus van Lith (1863-1926) dan KH Abdur Rozak Fachrudin (1916-1995).
Keduanya dikenal sebagai sosok yang memberikan teladan kemanusiaan dan
kesejukan. Yuval Noah Harari dalam bukunya Sapiens, mengungkapkan tentang agama
kemanusiaan.
“Kini agama kerap dianggap sebagai salah satu sumber diskriminasi,
perselisihan, dan perpecahan. Padahal kenyataannya, agama merupakan pemersatu
akbar ketiga umat manusia, setelah uang dan imperium.” Kita pun meyakini bahwa
kebaikan tertinggi adalah kebaikan umat manusia. Mencederai umat manusia,
mencederai peradaban.
Link Download:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar